MOTTO

BERLENGGANGLAH WALAU TANPA TANGAN, TANPA KAKI SEKALIPUN.......... COBALAH BERJALAN

Selasa, 16 Oktober 2012

GRATIFIKASI ADALAH CIKAL BAKAL KORUPSI


      A. Definisi Gratifikasi
Definisi gratifikasi menurut Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, Penjelasan
Pasal 12 b ayat (1)  adalah pemberian dalam arti luas, yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (discount), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas penginapan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya.
Contoh penerimaan gratifikasi :
1.  Seorang pejabat negara menerima uang terima kasih dari pemenang lelang,
2.  Istri pejabat memperoleh voucher belanja dan tiket tamasya ke luar negeri dari mitra bisnis suaminya,
3.  Seorang pejabat yang baru diangkat memperoleh mobil sebagai tanda perkenalan dari pelaku usaha di wilayahnya,
4.  Seorang petugas perijinan memperoleh uang rokok dari pemohon ijin yang sudah dilayani,
Selain dari Contoh-contoh diatas berikut adalah contoh lain atas Pemberian yang dapat dikategorikan sebagai Gratifikasi :
1.  Pemberian hadiah atau uang sebagai ucapan terima kasih karena telah dibantuHadiah atau sumbangan pada saat perkawinan anak dari pejabat oleh rekanan kantor pejabat tersebut
2.  Pemberian tiket perjalanan kepada pejabat atau keluarganya untuk keperluan pribadi secara cuma-Cuma
3.  Pemberian potongan harga khusus bagi pejabat untuk pembelian barang atau jasa dari rekanan.
4.  Pemberian biaya atau ongkos naik haji dari rekanan kepada pejabat
5.  Pemberian hadiah ulang tahun atau pada acara-acara pribadi lainnya dari rekanan
6.  Pemberian hadiah atau souvenir kepada pejabat pada saat kunjungan kerja
7.  Pemberian hadiah atau parsel kepada pejabat pada saat hari raya keagamaan, oleh rekanan atau bawahannya.

Seluruh pemberian tersebut diatas, dapat dikategorikan sebagai gratifikasi, apalbila ada hubungan kerja atau kedinasan antara pemberi dengan pejabat yang menerima, dan/atau semata-mata karena keterkaitan dengan jabatan atau kedudukan pejabat tersebut.

Gratifikasi sebagaimana uraian diatas adalah yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dengan menggunakan sarana elektronik ataupun tanpa sarana elektronik. Oleh sebab itu dalam rangka mengantisipasi terjadinya perilaku korupsi bagi aparat pejabat Negara dan PNS perlu secara dini diterapkan upaya-upaya pengenalan gratifikasi kepada aparat pejabat Negara dan PNS serta melakukan upaya-upaya kerjasama dengan seluruh masyarakat untuk berperan aktif dalam program pengenalan dan pengendalian gratifikasi.
Program Pengenalan Gratifikasi merupakan suatu rangkaian kegiatan pengendalian gratifikasi melalui sosialisasi, implementasi sistem pengendalian gratifikasi, serta monitoring dan evaluasi yang bertujuan untuk :
1. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran pelaporan gratifikasi,
2. Membentuk lingkungan instansi / organisasi yang sadar dan terkendali dalam penanganan gratifikasi,
3. Mempermudah pelaporan atas penerimaan gratifikasi.

Selain itu, Program Pengenalan Gratifikasi bermanfaat untuk, antara lain :
1.  Membantu meningkatkan pemahaman atas ketentuan gratifikasi,Meningkatkan kesadaran bagi aparat pejabat Negara dan PNS serta masyarakat agar senantiasa melaporkan kepada KPK atas penerimaan gratifikasi,
2.  Meminimalisasi kendala psikologis penerima gratifikasi melaporkan kepada KPK,
3.  Menciptakan lingkungan pengendalian yang transparan dan akuntable sesuai amanat Peraturan Pemerintah no.60/2008 tentang SPIP dan Kepmeneg BUMN No. 117/M-MBU 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance (GCG), pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN),Sebagai barometer beraktifitas bagi pemangku kewenangan di Instansi/ organisasi.

B. Pelaporan Gratifikasi
Berdasarkan Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001 Pasal 12c ayat 2 dan Undang-Undang No. 30 tahun 2002 Pasal 16, setiap Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara yang menerima gratifikasi wajib melaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi, dengan cara sebagai berikut :
1.  Penerima gratifikasi wajib melaporkan penerimaanya selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja kepada KPK, terhitung sejak tanggal gratifikasi tersebut diterima.
2.  Laporan disampaikan secara tertulis dengan mengisi formulir sebagaimana ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dengan melampirkan dokumen yang berkaitan dengan gratifikasi.
3.  Formulir sebagaimana angka 2, sekurang-kurangnya memuat :
a. Nama dan alamat lengkap penerima dan pemberi gratifikasi.
b. Jabatan Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
c. Tempat dan waktu penerima gratifikasi.
d. Uraian jenis gratifikasi yang diterima; dan
e. Nilai gratifikasi yang diterima

C.  C. Sanksi
   1.  Pasal 12 Undang-Undang No. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No. 20 tahun 2001:Dipidana      dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan    paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua        ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah):
   
a. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya;
b. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewajibannya;
c. Hakim yang menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili;
d. Seseorang yang menurut ketentuan peraturan perundang- ndangan ditentukan menjadi advokat untuk menghadiri siding pengadilan, menerima hadiah atau janji, padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut untuk mempengaruhi nasihat atau pendapat yang akan diberikan, berhubung dengan perkara yang diserahkan kepada pengadilan untuk diadili;
e. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya memaksa seseorang memberikan sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri;
f.  Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta, menerima, atau memotong pembayaran kepada pegawai negeri atau penyelenggara Negara yang lain atau kepada kas umum, seolah-olah pegawai negeri atau penyelenggara negara yang lain atau kas umum tersebut mempunyai  utang kepadanya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan  merupakan utang;
g. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, meminta atau menerima pekerjaan, atau penyerahan barang, seolah - olah merupakan utang kepada dirinya, padahal diketahui bahwa hal tersebut bukan merupakan utang;
h. Pegawai negeri atau penyelenggara negara yang pada waktu menjalankan tugas, telah menggunakan tanah negara yang diatasnya terdapat hak pakai, seolah-olah sesuai dengan peraturan perundangundangan, telah merugikan orang yang berhak, padahal diketahuinya bahwa perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundangundangan; atau
i.  Pegawai negeri atau penyelenggara negara baik langsung maupun tidak langsung dengan sengaja turut serta dalam pemborongan, pengadaan, atau persewaan, yang pada saat dilakukan perbuatan, untuk seluruh atau sebagian ditugaskan untuk mengurus atau mengawasinya.
2. Pasal 12B ayat (2) Undang-Undang no. 31 tahun 1999 jo Undang-Undang No.20 tahun 2001 :
    
Pidana bagi pegawai negeri ataupenyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara palingsingkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (duaratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliarrupiah).

D.  D. Bahan bacaan
   
1.  Undang-Undang No.31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 20 Tahun 2001, tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
2.  Peraturan Pemerintah no.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ;
3.  Kepmeneg BUMN No. 117/M-MBU 2002 tentang Penerapan Praktik Good Corporate Governance (GCG), pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
4.  Program pengendalian Gratifilasi Direktorat Gratifikasi Komisi Pemberantasan Korupsi.

E.   HARAPAN

Semoga tulisan ini dapat dijadikan barometer agar kita semua memahami bahwa ruang lingkup kita telah dibatasi oleh peraturan dan perundang-undangan.



Penulis,
M.HADDI ISHAKA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar