Muhib Al-Majdi
Kamis, 15 Desember 2011 14:16:30
(Arrahmah.com) – Kehidupan manusia pada zaman
modern ini sarat dengan beragam macam resiko dan bahaya. Dan manusia sendiri
tidak mengetahui apa yang akan terjadi esok hari dan dimana dia akan meninggal
dunia. Resiko yang mengancam
manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan kematian itu sendiri.
manusia sangatlah beragam, mulai dari kecelakaan transportasi udara, kapal, hingga angkutan darat. Manusia juga menghadapi kecelakaan kerja, kebakaran, perampokan, pencurian, terkena penyakit, bahkan kematian itu sendiri.
Untuk menanggulangi itu semua, manusia berinisiatif
untuk membuat suatu transaksi yang bisa menjamin diri dan hartanya, yang
kemudian dikenal dengan istilah asuransi. Asuransi ini termasuk muamalat kontemporer
yang belum ada pada zaman nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, perlu ada
penjelasan tentang hukumnya di dalam Islam.
Pengertian
Asuransi
Asuransi berasal dari kata assurantie dalam bahasa
Belanda, atau assurance dalam bahasa perancis, atau assurance/insurance dalam
bahasa Inggris. Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi, sedang
Insurance berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Menurut sebagian ahli asuransi berasal dari bahasa
Yunani, yaitu assecurare yang berarti menyakinkan orang.
Di dalam bahasa Arab asuransi dikenal dengan
istilah : at Takaful, atau at Tadhamun yang berarti : saling menanggung.
Asuransi ini disebut juga dengan istilah at-Ta'min, berasal dari kata amina,
yang berarti aman, tentram, dan tenang. Lawannya adalah al-khouf, yang berarti
takut dan khawatir. ( al Fayumi, al Misbah al Munir, hlm : 21 ) Dinamakan at Ta'min, karena orang yang
melakukan transaksi ini (khususnya para peserta ) telah merasa aman dan tidak
terlalu takut terhadap bahaya yang akan menimpanya dengan adanya transaksi ini.
Adapun asuransi menurut terminologi sebagaimana
yang disebutkan dalam Undang-Undang No. 2 Tahun 1992:
" Asuransi atau pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana pihak penanggung
mengikatkan diri pada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk
memberikan penggantian pada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa
yang tidak pasti, atau untuk memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan "
Macam-macam
Asuransi
Para ahli berbeda pendapat di dalam menyebutkan jenis-jenis
asuransi, karena masing-masing melihat dari aspek tertentu. Oleh karenanya,
dalam tulisan ini akan disebutkan jenis-jenis asuransi ditinjau dari berbagai
aspek, baik dari aspek peserta, pertanggungan, maupun dari aspek sistem yang
digunakan :
I.
Asuransi ditinjau dari aspek peserta, maka dibagi menjadi
:
1. Asuransi Pribadi
( Ta'min Fardi ) : yaitu asuransi yang dilakukan oleh seseorang untuk menjamin
dari haya tertentu. Asuransi ini mencakup hampir seluruh bentuk asuransi,
selain asuransi sosial
2. Asuransi Sosial (
Ta'min Ijtima'i ) , yaitu asuransi (
jaminan ) yang diberikan kepada
komunitas tertentu, seperti pegawai negri sipil ( PNS ), anggota ABRI,
orang-orang yang sudah pensiun, orang-orang yang tidak mampu dan lain-lainnya.
Asuransi ini biasanya diselenggarakan oleh pemerintah dan bersifat mengikat,
seperti Asuransi Kesehatan ( Askes ), Asuransi Pensiunan dan Hari Tua ( PT
Taspen ), Astek ( Asuransi Sosial Tenaga Kerja ) yang kemudian berubah menjadi
Jamsostek ( Jaminan Sosial Tenaga Kerja), Asabri ( Asuransi Sosial khusus ABRI
), asuransi kendaraan, asuransi pendidikan
dan lain-lain. [1]
Catatan : Asuransi Pendidikan adalah suatu jenis
asuransi yang memberikan kepastian /
jaminan dana yang akan digunakan untuk biaya pendidikan kelak. Asuransi
Pendidikan ini mempunyai dua unsur yaitu Investasi dan Proteksi. Investasi
bertujuan untuk menciptakan sejumlah dana / nilai tunai agar mampu mengalahkan
laju inflasi, sehingga dana atau nilai tunai yang tercipta bisa dipakai untuk
keperluan dana pendidikan.
Proteksi
mempunyai tujuan memberikan proteksi kesehatan pada diri Anak atau peserta
utama atau tertanggung utama, sehingga apabila terjadi resiko (sakit) maka
asuransi ini yang akan memberikan santunan, tanpa mengurangi dana yang telah diinvestasikan
dalam asuransi pendidikan ini. Dengan adanya proteksi yang diberikan ini maka
dana yang sudah diinvestasikan tidak akan terganggu karena terjadi suatu
resiko. Selain Proteksi terhadap kesehatan anak, asuransi ini juga memberikan
fasilitas berinvestasi, ketika orang tua (penabung) mengalami resiko, yang
selanjutnya pihak perusahaan akan mengambil alih untuk menabungkan ke rekening
anak di rekening asuransi pendidikan ini sampai anak dewasa. Jadi dengan adanya
proteksi ini maka kepastian dana untuk pendidikan senantiasa tersedia saat
dibutuhkan. [2]
II. Asuransi ditinjau dari bentuknya.
Asuransi ditinjau dari
bentuknya dibagi menjadi dua :
1. Asuransi Takaful atau Ta'awun. ( at Ta'min
at Ta'awuni )
2. Asuransi Niaga ( at Ta'min at Tijari ) ini
mencakup : asuransi kerugian dan asuransi jiwa.
III. Asuransi
ditinjau dari aspek pertanggungan atau obyek yang dipertanggungkan
Jenis-jenis asuran ditinjau dari
aspek pertanggungan adalah sebagai berikut :
Pertama : Asuransi Umum atau Asuransi Kerugian ( Ta'min
al Adhrar )
Asuransi
Kerugian adalah asuransi yang memberikan ganti rugi kepada tertanggung yang
menderita kerugian barang atau benda miliknya, kerugian mana terjadi karena
bencana atau bahaya terhadap mana pertanggungan ini diadakan, baik kerugian itu
berupa:
Kehilangan
nilai pakai atau kekurangan nilainya atau kehilangan keuntungan yang diharapkan
oleh tertanggung.
Penanggung
tidak harus membayar ganti rugi kepada tertanggung kalau selama jangka waktu
perjanjian obyek pertanggungan tidak mengalami bencana atau bahaya yang
dipertanggungkan.
Kedua : Asuransi Jiwa. ( Ta'min al Askhas )
Asuransi
jiwa adalah sebuah janji dari perusahaan asuransi kepada nasabahnya bahwa
apabila si nasabah mengalami risiko kematian dalam hidupnya, maka perusahaan
asuransi akan memberikan santunan dengan jumlah tertentu kepada ahli waris dari
nasabah tersebut.
Asuransi
jiwa biasanya mempunyai tiga bentuk [3]
:
1. Term assurance (Asuransi Berjangka)
Term
assurance adalah bentuk dasar dari asuransi jiwa, yaitu polis yang menyediakan
jaminan terhadap risiko meninggal dunia dalam periodewaktu tertentu.
Contoh
Asuransi Berjangka (Term Insurance) :
Usia
Tertanggung 30 tahun
Masa
Kontrak 1 tahun
Rate
Premi (misal) : 5 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
Uang
Pertanggungan : Rp. 100 Juta
Premi
Tahunan yang harus dibayar : 5/1000 x 100.000.000 = Rp. 500.000
Yang
ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
Bila
tertanggung meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi
sebagai penanggung akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada
yang ditunjuk.
2. Whole Life
Assurance (Asuransi Jiwa Seumur Hidup)
Merupakan
tipe lain dari asuransi jiwa yang akan membayar sejumlah uang pertanggungan
ketika tertanggung meninggal dunia kapan pun. Merupakan polis permanen yang
tidak dibatasi tanggal berakhirnya polis seperti pada term assurance. Karena
klaim pasti akan terjadi maka premium akan lebih mahal dibanding premi term
assurance dimana klaim hanya mungkin terjadi. Polis whole life merupakan polis
substantif dan sering digunakan sebagai proteksi dalam pinjaman.
3. Endowment
Assurance (Asuransi Dwiguna)
Pada
tipe ini, jumlah uang pertanggungan akan dibayarkan pada tanggal akhir kontrak
yang telah ditetapkan.
Contoh
Asuransi Dwiguna Berjangka (Kombinasi Term & Endowment)
Usia
Tertanggung 30 tahun
Masa
Kontrak 10 tahun
Rate
Premi (misal) : 85 permill/tahun dari Uang Pertanggungan
Uang
Pertanggungan : Rp. 100 Juta
Premi
yang harus dibayar : 85/1000 x 100.000.000 = Rp. 8.500.000,-
Yang
ditunjuk sebagai penerima UP : Istri (50%) dan anak pertama (50%)
1. Bila tertanggung
meninggal dunia dalam masa kontrak, maka perusahaan Asuransi sebagai penanggung
akan membayar uang Pertanggungan sebesar 100 juta kepada yang ditunjuk.
2. Bila tertanggung
hidup sampai akhir kontrak, maka tertanggung akan menerima uang pertanggungan
sebesar 100 juta
IV. Asuransi ditinjau dari sistem yang digunakan.
Asuransi ditinjau dari sistem
yang digunakan, maka menjadi :
1. Asuransi
Konvensional
2. Asuransi Syariah adalah suatu pengaturan
pengelolaan risiko yang memenuhi ketentuan Syariah, tolong menolongsecara
mutual yang melibatkan peserta dan operator. [4]
Hukum Asuransi
Hukum Asuransi menurut Islam berbeda antara satu
jenis dengan lainnya, adapun rinciannya sebagai berikut :
Pertama : Ansuransi
Ta'awun
Untuk
asuransi ta'awun dibolehkan di dalam Islam, alasan-alasannya sebagai berikut
[5] :
Asuransi
Ta'awun termasuk akad tabarru' (sumbangan suka rela) yang bertujuan untuk
saling bekersama di dalam mengadapi marabahaya, dan ikut andil di dalam memikul
tanggung jawab ketika terjadi bencana. Caranya adalah bahwa beberapa orang menyumbang sejumlah uang yang dialokasikan
untuk kompensasi untuk orang yang terkena kerugian. Kelompok asuransi ta'awun
ini tidak bertujuan komersil maupun mencari keuntungan dari harta orang lain,
tetapi hanya bertujuan untuk meringankan
ancaman bahaya yang akan menimpa mereka, dan berkersama di dalam
menghadapinya.
Asuransi
Ta'awun ini bebas dari riba, baik riba fadhal, maupun riba nasi'ah, karena
memang akadnya tidak ada unsure riba dan premi yang dikumpulkan anggota tidak
diinvestasikan pada lembaga yang berbau riba.
Ketidaktahuaan
para peserta asuransi mengenai kepastian jumlah santunan yang akan diterima
bukanlah sesuatu yang berpengaruh, karena pada hakekatnya mereka adalah para
donatur, sehingga di sini tidak mengandung unsur spekulasi, ketidakjelasan dan
perjudian.
Adanya
beberapa peserta asuransi atau perwakilannya yang menginvestasikan dana yang
dikumpulkan para peserta untuk mewujudkan tujuan dari dibentuknya asuransi ini,
baik secara sukarela, maupun dengan gaji tertentu.
Kedua : Asuransi
Sosial
Begitu
juga asuransi sosial hukumnya adalah diperbolehkan dengan alasan sebagai
berikut :
Asuransi
sosial ini tidak termasuk akad mu'awadlah ( jual beli ), tetapi merupakan
kerjasama untuk saling membantu.
Asuransi
sosial ini biasanya diselenggarakan oleh Pemerintah. Adapun uang yang
dibayarkan anggota dianggap sebagai pajak atau iuran, yang kemudian akan
diinvestasikan Pemerintah untuk menanggulangi bencana, musibah, ketika
menderita sakit ataupun bantuan di masa pensiun dan hari tua dan sejenisnya, yang sebenarnya itu
adalah tugas dan kewajiban Pemerintah. Maka dalam akad seperti ini tidak ada
unsur riba dan perjudian.
Ketiga : Asuransi
Bisnis atau Niaga
Adapun
untuk Asuransi Niaga maka hukumnya haram. Adapun dalil-dalil diharamkannya
Asuransi Niaga ( Bisnis ), antara lain sebagai berikut [6] :
Pertama: Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk dalam akad perjanjian kompensasi keuangan yang
bersifat spekulatif, dan karenanya mengandung unsur gharar yang kentara. Karena
pihak peserta pada saat akad tidak mengetahui secara pasti jumlah uang yang
akan dia berikan dan yang akan dia terima. Karena bisa jadi, setelah sekali
atau dua kali membayar iuran, terjadi kecelakaan sehingga ia berhak mendapatkan
jatah yang dijanjikan oleh pihak perusahaan asuransi. Namun terkadang tidak
pernah terjadi kecelakaan, sehingga ia membayar seluruh jumlah iuran, namun
tidak mendapatkan apa-apa. Demikian juga pihak perusahaan asuransi tidak bisa
menetapkan jumlah yang akan diberikan dan yang akan diterima dari setiap
akad secara terpisah. Dalam hal ini,
terdapat hadits Abu Hurairah ra, bahwasanya ia berkata :
َ نَهَى رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ عَنْ بَيْعِ الْحَصَاةِ
وَعَنْ بَيْعِ الْغَرَرِ
"
Rasulullah saw melarang jual beli dengan cara hashah (yaitu: jual beli dengan
melempar kerikil) dan cara lain yang mengandung unsur penipuan." ( HR
Muslim, no : 2787 )
Kedua: Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk bentuk perjudian ( gambling ), karena mengandung
unsur mukhatarah ( spekulasi pengambilan
resiko ) dalam kompensasi uang, juga
mengandung ( al ghurm ) merugikan satu pihak tanpa ada kesalahan dan tanpa
sebab, dan mengandung unsur pengambilan keuntungan tanpa imbalan atau dengan
imbalan yang tidak seimbang. Karena pihak peserta ( penerima asuransi )
terkadang baru membayar sekali iuran asuransi, kemudian terjadi kecelakaan,
maka pihak perusahaan terpaksa menanggung kerugian karena harus membayar jumlah
total asuransi tanpa imbalan. Sebaliknya pula, bisa jadi tidak ada kecelakaan
sama sekali, sehingga pihak perusahaan mengambil keuntungan dari seluruh premi
yang dibayarkan seluruh peserta secara gratis. Jika terjadi ketidakjelasan
seperti ini, maka akad seperti ini termasuk bentuk perjudian yang dilarang oleh
Allah swt, sebagaimana di dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأَنصَابُ وَالأَزْلاَمُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ
الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
"Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib de-ngan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan." ( QS. Al-Maidah: 90).
Ketiga: Perjanjian
Asuransi Bisnis itu mengandung unsur riba fadhal dan riba nasi'ah sekaligus.
Karena kalau perusahaan asuransi membayar konpensasi kepada pihak peserta
(penerima jasa asuransi) , atau kepada ahli warisnya melebihi dari jumlah uang
yang telah mereka setorkan, berarti itu riba fadhal. Jika pihak perusahaan
membayarkan uang asuransi itu setelah beberapa waktu, maka hal itu termasuk
riba nasi'ah. Jika pihak perusahaan asuransi hanya membayarkan kepada pihak
nasabah sebesar yang dia setorkan saja, berarti itu hanya riba nasi'ah. Dan
kedua jenis riba tersebut telah diharamkan berdasarkan nash dan ijma' para
ulama.
Keempat: Akad
Asuransi Bisnis juga mengandung unsur
rihan ( taruhan ) yang
diharamkan. Karena mengandung unsur ketidakpastian, penipuan, serta perjudian. Syariat tidak membolehkan taruhan
kecuali apabila menguntungkan Islam, dan mengangkat syiarnya dengan hujjah dan
senjata. Nabi saw telah memberikan keringanan pada taruhan ini secara terbatas
pada tiga hal saja, sebagaimana dalam hadits Abu Hurairah ra, bahwasnya Rasulullah
saw bersabda :
لَا سَبَقَ إِلَّا فِي
خُفٍّ أَوْ فِي حَافِرٍ
أَوْ نَصْلٍ
"
Tidak ada perlombaan kecuali dalam hewan
yang bertapak kaki ( unta ), atau yang
berkuku ( kuda ), serta memanah." ( Hadits Shahih Riwayat Abu Daud, no :
2210 )
Asuransi
tidak termasuk dalam kategori tersebut, bahkan tidak mirip sama sekali,
sehingga diharamkan.
Kelima: Perjanjian
Asuransi Bisnis ini termasuk mengambil harta orang tanpa imbalan. Mengambil
harta tanpa imbalan dalam semua bentuk perniagaan itu diharamkan, karena termasuk
yang dilarang dalam firman Allah:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُواْ لاَ تَأْكُلُواْ أَمْوَالَكُمْ
بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلاَّ أَن تَكُونَ
تِجَارَةً عَن تَرَاضٍ مِّنكُمْ
وَلاَ تَقْتُلُواْ أَنفُسَكُمْ إِنَّ اللّهَ كَانَ
بِكُمْ رَحِيمًا
"Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama
suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu." (QS.An-Nisa': 29).
Keenam: Perjanjian
Asuransi Bisnis itu mengandung unsur mewajibkan sesuatu yang tidak diwajibkan
oleh syara'. Karena pihak perusahaan asuransi tidak pernah menciptakan bahaya
dan tidak pernah menjadi penyebab terjadinya bahaya. Yang ada hanya sekedar
bentuk perjanjian kepada pihak peserta penerima asuransi, bahwa perusahaan
akan bertanggungjawab terhadap bahaya
yang kemungkinan akan terjadi, sebagai imbalan dari sejumlah uang yang dibayarkan
oleh pihak peserta penerima jasa asuransi. Padahal di sini pihak perusahaan
asuransi tidak melakukan satu pekerjaan apapun untuk pihak penerima jasa, maka
perbuatan itu jelas haram.
Perbedaan Asuransi
Syariah dan Konvensional.[7]
Adapun perbedaan antara keduanya adalah sebagai
berikut :
Dari Sisi Prinsip Dasar
Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah kedua-
duanya bertugas untuk mengelola dan menanggulangi risiko, hanya saja di dalam
Asuransi Syariah konsep pengelolaannya dilakukan dengan menggunakan pola saling
menanggung risiko antara pengelola dan peserta( risk sharing ) atau disebut
dengan at takaful dan at tadhamun. Sedang dalam Asuransi Konvensional pola
kerjanya adalah memindahkan risiko dari nasabah ( peserta ) kepada perusahaan (
pengelola ), yang disebut dengan risk transfer. Sehingga resiko yang mengenai
peserta akan ditanggung secara penuh oleh pengelola.
Dari Sisi Akad
Pada bagian tertentu ausransi syariah akadnya
adalah tabarru' ( sumbangan kemanusiaan ) dan ta'awun ( tolong menolong ),
serta akad wakalah dan mudharabah ( bagi hasil ). Sedangkan pada asuransi
konvensional, akadnya adalah jual beli yang bersifat al gharar ( spekulatif ).
Dari Sisi Kepimilikan Dana
Di dalam Asuransi Konvensional dana yang dibayarkan
nasabah kepada perusahaan ( premi ) menjadi menjadi milik perusahaan secara
penuh, khususnya jika peserta tidak melakukan klaim apapun selama masa
asuransi. Sedangkan di dalam Asuransi Syariah dana tersebut masih menjadi milik
peserta, setelah dikurangi pembiayaan dan fee ( ujrah ) perusahaan. Karena di
dalam Asuransi Syariah, perusahaan hanya sebagai pemegang amanah ( wakil ) yang
digaji oleh peserta, atau yang sering disebut dengan istilah al Wakalah bi al
Ajri. Bisa juga perusahaan sebgai pengelola dana ( mudharib ) dalam akad
mudharabah ( bagi hasil ). Bahkan ada perusahaan yang mengembalikan
underwriting surplus pengelolaan dana tabarru'nya kepada peserta selama tidak
ada klaim pada masa asuransi. Ataupun perusahaan sebagai pengelola dana.
Dari sisi obyek
Asuransi Syariah hanya membatasi pengelolaannya
pada obyek-obyek asuransi yang halal dan tidak mengandung syubhat. Oleh
karenanya tidak boleh menjadikan obyeknya pada hal-hal yang haram atau syubhat,
seperti gedung-gedung yang digunakan untuk maksiat, atau pabrik-pabrik minuman
keras dan rokok, bahkan juga hotel-hotel yang tidak syariah. Adapun Asuransi Konvensional tidak membedakan
obyek yang haram atau halal, yang penting mendatangkan keuntungan.
Dari Sisi Investasi Dana.
Dana dari kumpulan premi dari peserta selama belum
dipakai, oleh perusahaan asuransi syariah diinvestasikan pada lembaga
keuangaaan yang berbasis syariah atau pada proyek-proyek yang halal yang
didasarkan pada sistem upah atau bagi hasil. Adapun asuransi konvensional
pengelolaan investasinya pada sistem bunga yang banyak mengandung riba dan
spekulatif ( gharar ).
Dari Sisi Pembayaran Klaim.
Pada asuransi syariah pembayaran klaim diambilkan
dari rekening tabarru' ( dana sosial ) dari seluruh peserta, yang sejak awal
diniatkan untuk diinfakkan untuk kepentingan saling tolong menolong bila
terjadi musibah pada sebagian atau seluruh peserta. Sedangkan pada asuransi
konvensional pembayaran klaim diambil dari dana perusahaan karena sejak awal
perjanjian bahwa seluruh premi menjadi milik perusahaan dan jika terjadi klaim,
maka secara otomatis menjadi pengeluaraan perusahaan.
Dari Sisi Pengawasan.
Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas
Syariah ( DPS ), sesuatu yang tidak di dapatkan pada asuransi konvensional.
Dari sisi dana zakat, infaq dan sadaqah.
Dalam asuransi syariah ada kewajiban untuk
mengeluarkan zakat sebagaimana ketentuan syariat Islam. Adapun dalam asuransi
konvensional tidak dikenal istilah zakat.
Perkembangan Asuransi
di Indonesia [8]
Asuransi Jiwa Konvensional pertama kali di
Indonesia adalah NILIMIJ yang didirikan oleh pemerintah Belanda pada tahun 1859
M, kemudian pada tahun 1912 orang-orang pribumi Indoensia mendirikan OL-Mij
yang pada hakekatnya hanyalah pengembangan dari NILIMIJ di atas. Ol-Mij ini akhirnya menjelman menjadi PT
Asuransi Jiwa Bersama Bumi Putra. Sejak itu, maka asuransi-asuransi
konvensional berkembang pesat hingga
tahun 2005 telah tercatat sebanyak 157 perusahaan.Laju pertumbuhannya (
1 % ) setiap tahunnya. Diantara asuransi jiwa yang ada adalah : American
International Group Lippo ( Aig Lippo ), Asuransi Jiwa Eka Life, Asuransi Jiwa
Indolife Pensiontama, Asuransi Jiwa Metlife Sejahtera, Asuransi Jiwa Tugu
Mandiri, PT. Asuransi Jiwasraya.
Adapun asuransi Syariah pertama kali di Indonesia
baru muncul pada 24 Pebruari tahun 1994, yaitu Syarikat Takaful. Walaupun
begitu, perkembangan asuransi Syariat jauh lebih pesat dari asuransi
konvensional, ,karena sampai tahun 2005 telah tercatat 29 perusahaan, sehingga
laju pertumbuhannya hingga ( 8 % ) dalam satu tahun. Bahkan kini menjadi 34
perusahaaan lebih.
Rata-rata asuransi Syariah yang disebut di atas,
adalah jelmaan dari asuransi konvensional yang berpindah menjadi asuransi
Syariat secara total atau memiliki dual programme, yaitu menjual produk-produk
konvensional dan syariat dalam satu waktu
. Yang benar-benar sejak awal didirikan menyatakan diri sebagai asuransi
syariah adalah PT Asuransi Takaful
Keluarga yang berdiri pada 4 Agustus 1994.
Contoh-contoh lain dari perusahaan asuransi syariah adalah PT Asuransi
Al Mubarakah yang berdiri pada tahun 1997 dan PT MAALife Assurance, adapun
perusahaan asuransi konvensional yang mempunyai produk syariah adalah : PT
Asuransi Jiwa Manulife Indonesia, PT Asuransi Jiwa Sinar Mas.*
Catatan Kaki:
[1] DR, Syekh Husain bin Muhammad al Malah, Al
fatwa Nasyatuha wa Tathuwuruha, Hal. 909
[2] http://www.asuransicerdas.com/
[3] http://pojokasuransi.com
[4] Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam
Praktik, hal : 2
[5] Keputusan Majma' Fiqh al Islami, pada pertemuan pertamanya yang diadakan pada
tanggal 10 – 17 Sya'ban 1398 H di pusat Rabithah al-Alam al-Islami, Makkah
al-Mukarramah, dan Keputusan Hai'ah
Kibaril Ulama di Kerajaan Saudi Arabia pada pertemuan ke sepuluh di kota Riyadh
tanggal 4/4/1397 H, dengan SK nomor 51. Begitu juga keputusan Muktamar Majma'
al Buhuts al Islamiyah di Kairo, tahuan 1392/ 1972.
[6] Prof. Dr. Husain
Husain Sahatah, Asuransi Dalam Prespektif Syariah, Hal. 9- 12 Majma' Fiqh al
Islami, pada pertemuan per-tamanya yang
diadakan pada tanggal 10 Sya'ban 1398 M di Makkah al-Mukarramah di pusat
Rabithah al-Alam al-Islami Majelis Kibaril Ulama di Kerajaan Saudi Arabia pada
pertemuan ke sepu-luh di kota Riyadh tanggal 4/4/97 M, dengan SK nomor 55,
[7] Prof. Dr. Drs. M.
Amin Summa, SH, MA, MM, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, Hal 60-65,
Prof. Dr. Husain Husain Sahatah, Asuransi Dalam Prespektif Syariah, Hal. 163,
Muhaimin Iqbal, Asuransi Umum Syariah dalam Praktik, hal : 2-5
[8] Prof. Dr. Drs. M.
Amin Summa, SH, MA, MM, Asuransi Syariah dan Asuransi Konvensional, Hal 69-73
Penulis:
DR. Ahmad Zain An-Najah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar